Walhi Yogya Gelar Youth Climate Camp 2018 di Gunung Kidul

Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) -Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta menggelar Youth Climate Camp (YCC) 2018 di kawasan Pantai Watu Kodok, Gunung Kidul, DIY, pada 7 – 9 Desember 2018.

Bacaan Lainnya

Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera menjelaskan, acara yang baru digelar pertama kali ini bertujuan untuk membangun pemahaman bersama, dan memperluas gerakan lingkungan, khususnya pemuda, guna mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak terhadap rakyat dan lingkungan hidup.

Kawasan Pantai Watu Kodok yang notabene masih menjadi sengketa antara investor dengan masyarakat setempat sengaja dipilih, karena menurut Halik, dengan adanya kegiatan tersebut, akan semakin menguatkan warga untuk mempertahankan pemanfaatan lahan Sultan Ground (SG) oleh komunitas warga setempat.

“Lokasi yang menjadi konflik itu saat ini masih dalam penguasaan komunitas. Lokasi camp-nya memang di situ, untuk memperkuat klaim warga, sehingga tidak ada lagi investor yang masuk. Wilayah itu ke depan memang akan dijadikan wilayah kemah,” tegas Halik kepada wartawan di kantor Walhi Yogyakarta, Jumat (7/12/2018).

Dalam kegiatan yang digelar selama tiga hari tersebut, puluhan peserta akan bersilaturrahim dengan Paguyuban Kawulo Pesisir Mataram (PKPM), mengikuti diskusi tentang kebijakan energi di Indonesia, dan peran pemuda dalam Pemilu 2019, serta mengikuti pelatihan sederhana tentang cara merakit surya panel untuk kebutuhan energi rumah tangga.

Selain itu, pada kesempatan tersebut juga akan dilaksanakan konser iklim oleh sejumlah seniman peduli lingkungan di Yogyakarta, penanaman pohon cemara udang di sekitar pesisir pantai, dan ditutup dengan membentangkan spanduk besar “climate Justice: Jaga Karst, Jaga Kebidupan”. Mengingat, saat ini, pembangunan skala besar yang rakus energi telah merambah kawasan karst Gunung Sewu yang merupakan Kawasan Lindung Geologi.

Karst, lanjut Halik, selain berfungsi sebagai penyimpanan air, juga penyerap karbondioksida (CO2), karena adanya proses pelarutan batuan gamping (CACO3) atau disebut juga Karstifikasi.

“Jika terjadi kerusakan bentang alam karst akibat ekspansi pembangunan, maka akan berdampak pada berkurangnya fungsi karst sebagai penyerap karbon,” ungkapnya.

Oleh karenanya, YCC juga menyampaikan desakan-desakan melalui gerakan lingkungan hidup. Antara lain, lahirnya kebijakan moratorium pembangunan skala besar dalam jangka panjang, dan melakukan review perijinan, serta audit lingkungan.

Politik energi Indonesia juga harus bersandarkan pada prinsip-prinsip pembangyanan energi bersih yang berkeadilan dan berdaulat. Termasuk, percepatan target bauran energi bersih dan terbarukan, melalui implementasi pembangunan solar rooftop, mikrohidro, dan Pembangkit Tenaga Bayu skala Rumah Tangga atau Komunitas yang dikelola dan dikontrol oleh rakyat.

“Peserta yang merupakan para pemuda diharapkan bisa menjadi pemilih yang cerdas dan kritis di Pemilu 2019, dan terlibat dalam mendorong kebijalann yang pro terhadap masyarakat dan lingkungan,” imbuhnya. (Rep-02)

Pos terkait