Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X tak ingin ambil pusing terkait permintaan dari berbagai elemen masyarakat Yogyakarta, termasuk peguyuban Dukuh se-DIY “Semar Sembogo” yang menginginkan dirinya hanya menggunakan satu gelar saja, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Keistimewaan (UUK) DIY.
“Ndak ada urusan. Itu bukan wewenang dia,” tegas Sultan di kompleks kepatihan, usai syawalan dengan abdi dalem, Kamis (20/7/2017).
Sebenarnya, permintaan penggunaan satu gelar itu bukan tanpa alasan. Terlebih, menjelang akan ditetapkannya kembali Sultan sebagai Gubernur DIY, periode 2017-2022 mendatang. Ketua Paguyuban Dukuh se-DIY “Semar Sembogo”, Sukiman menjelaskan, dalam UUK DIY, khususnya di Ketentuan umum Pasal 1 ayat 4 jelas disebutkan bahwa pemimpin di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bergelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Namun, semenjak 2015, tepatnya sejak keluarnya Sabda Raja, Sultan mengganti gelarnya menjadi Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya Ning Mataram Senopati ing Ngalaga Langgenging Bawono langgeng ing tata Panatagama.
Sejak itu, Sultan menggunakan dua gelar sekaligus, dengan dalih gelar Sri Sultan Hamengku Buwono X masih digunakan untuk hal-hal yang sifatnya resmi sebagai Gubernur DIY, sedangkan gelar baru Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 hanya dipakai untuk internal keraton Yogyakarta.
Padahal menurut Sukiman, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, semestinya, satu orang hanya menggunakan satu nama yang sah diakui secara hukum.
“Intinya kami berharap, Sultan menggunakan satu gelar yang sesuai dengan UUK DIY, maka kami dukung Sri Sultan Hemengku Buwono X (ditetapkan kembali). Seandainya ada nama di luar itu yang masih dipakai secara internal, ya kami mohon untuk tidak digunakan lagi dan dihilangkan,” pinta Sukiman, saat dihubungi kabarkota.com.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada DPRD DIY selaku wakil rakyat, agar nantinya melakulan verifikasi terkait kepastian penggunaan gelar Sultan yang diajukan untuk memenuhi persyaratan penetapan kembali Gubernur DIY nantinya.
Paguyuban Rakyat Yogyakarta Istimewa, pada 16 Juli 2017 juga menggelar upacara Larung Sabda Raja Bawono, yang harapannya gelar baru yang disandang Sultan tersebut bisa dilepaskan. Ketua Paguyuban, Sri Samin juga menyatakan, pihaknya siap mendukung penetapan kembali Sultan sebagai Gubernur DIY, jika gelar yang digunakan hanya satu dan sesuai dengan nama di UUK DIY.
Penolakan dualisme gelar Sultan juga disampaikan Ketua Dewan Pengurus Forum LSM DIY, Beni Susanto, melalui siaran pers 18 Juli 2017.
Beni menganggap, secara logika, penggunaan dua gelar sekaligus jelas tidak pantas diikuti karena tidak berdasar, melawan dan merusak pranata yang telah ada.
“Seorang warga negara atau siapa saja akan ditolak jika dalam beradministrasi memiliki nama yang salah tulis satu huruf saja, apalagi berbeda nama,” tegas Beni. Terlebih, penggunaan gelar baru tersebut juga telah digunakan di luar keraton, website dan mengundang pihak luar, pejabat, serta tokoh masyarakat.
Karenanya, Forum LSM mengapresiasi kinerja Pansus Penetapan DPRD DIY yang mengakomodir aspirasi warga, khususnya paguyuban dukuh se-DIY, untuk mengklarifikasi dualisme gelar Sultan.
“Ini langkah yang benar, demi kepastian hukum dan memutus gejala krisis keistimewaan DIY yang berlangsung sejak sabda raja 2015 lalu,” imbuhnya.
Sebelumnya, kabarkota.com juga menghubungi wakil ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto yang pada intinya menyatakan akan melakukan verifikasi berkas persyaratan pencalonan Gubernur DIY dan Wakil Gubernur DIY, sesuai dengan yang telah diatur dalam UUK DIY dan Perdais No 2 Tahun 2015.
Menyangkut dualisme gelar sultan, lanjut Arif, selama nama yang diajukan sesuai dengan nama di UUK DIY, maka tetap dianggap sah. Selain itu, mantan anggota DPRD Kota Yogyakarta ini juga menambahkan, jika dalam hal persyaratan calon Gubernur tidak bisa terpenuhi, maka penetapan wakil gubernur DIY masih tetap bisa dilaksanakan, selama persyaratannya sesuai ketentuan. Dalam jabatannya, wakil gubernur juga akan merangkap tugas-tugas gubernur, selama masih terjadi kekosongan jabatan.
“Jadi ini yang perlu dipahami juga oleh masyarakat bahwa penetapan itu bisa dilakukan, tidak harus sepaket (Gubernur dan Wakil Gubernur DIY),” jelas Arif.
Sementara, Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Anang Zubaidy juga berpendapat bahwa sepanjang nama yang diajukan sesuai dengan ketentuan UU, maka tetap memenuhi syarat.
“Hanya saja akan ada persoalan internal tidak jika menggunakan dua gelar. Itu yang saya tidak banyak tahu karena itu urusan internal keraton,” ujar Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini. (Ed-03)
SUTRIYATI