Aksi GNP Yogyakarta peringati Hardiknas 2017 di kompleks DPRD DIY, Selasa (2/5/2017). (Restu Baskara/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Liberalisasi pendidikan membawa dampak luar biasa dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Koordinator Gerakan Nasional Pendidikan (GNP) Yogyakarta, Fatur mengatakan, hal ini terbukti dari pendidikan yang pada asasnya adalah untuk wilayah pengemban misi sosial berupa pencerdasan kehidupan bangsa, kini telah beralih menjadi pengemban misi ekonomis, berupa penyediaan tenaga kerja.
“Akibat alih orientasi tersebut, pendidikan seharusnya turut beranggung jawab atas gagalnya proyek pembangunan ekonomi nasional. Mengingat, pembangunan ekonomi nasional yang diprogramkan hari ini, cenderung didasarkan pada logika kapitalistik kelompok kepentingan,” kata Fatur di sela-sela aksi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2017, di kompleks DPRD DIY, Selasa (2/5/2017).
Menurutnya, pendidikan seyogyanya mampu menjadikan manusia turut serta dalam menemukan kemanusiaannya sehingga dapat merealisasikan dirinya secara merdeka, berdaulat dalam menciptakan sejarah budayanya.
Pendidikan, lanjut Fatur, perlu didekatkan pada realitas sosial-eonomi-politik dan jati diri bangsa sebagai bahan dasar yang tidak boleh dilepaskan dalam penyusunan penyelenggaraan pendidikan. Sebab dengan alasan itu, kemerdekaan bangsa Indonesia yang menempatkan pendidikan sebagai wilayah penting dan mendasar, selayaknya ditujukan untuk mendorong daya kuasa hidup dan penghidupan rakyat Indonesia. Bukan justru l sebagai ajang penyumpalan teori pengetahuan yang memiskinkan rakyat Indonesia.
Karenanya, dalam aksi memperingati Hardiknas 2017 yang diikuti ratuaan mahasiswa itu, GNP Yogyakarta menyerukan 11 poin tuntutan kepada pemerintah. Antara lain, cabut segera UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, beserta PP No 26 Tahun 2015 Tentang PTN-BH.
Selain itu, GNP Yogyakarta juga mendesak pemerintah menghapus pasal 9 ayat 1 dalam Permenristekdikti No 22 Tahun 2015, dan pasal 9 ayat 1, Permenristekdikti No 9 Tahun 2016. Termasuk, penghapusan Permensikbud No 75 Tahun 2016 tentang Komite sekolah boleh menarik pungutan kepada masyarakat melalui peserta didik.
“Usut tuntas juga kasus-kasus korupsi di dunia pendidikan,” pintanya. (Ed-03)
Kontributor: Restu Baskara