Audiensi MPBI DIY di kantor Disnakertrans DIY, Rabu (13/5/2020). (dok. mpbi diy)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mendesak Pemda agar memastikan perusahaan-perusahaan membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meskipun di masa Pandemi Covid-19.
Irsad Ade Irawan dari DPD KSPSI DIY mengatakan, jika terpaksa pembayaran THR harus dicicil, maka harus berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak.
“Jika terjadi force majeure, dan
pembayaran harus dicicil, maka
pemohon yang akan mencicil pembayaran THR harus disertai audit keuangan,” tegas Irsad dalam pernyataan tertulis, Rabu (13/5/2020).
Selain itu, Irsad meminta agar pembayaran cicilan THR dilakukan dua tahap, dalam jangka waktu maksimal 1 bulan. Pembayaran pertama sebesar 50% maksimal tujuh hari sebelum lebaran. Kemudian sisanya 50% dibayarkan maksimal 30 hari setelah Hari Raya Idul Fitri.
Untuk itu Irsad mengaku pihaknya telah melakukan audiensi dengan Disnakertrans dan BPJS DIY, di kantor Disnakertrans DIY, Rabu (13/5/2020).
“Pemda DIY wajib memastikan kesepakatan pencicilan tersebut,” tegasnya.
Selain menyoal THR, lanjut Irsad, dalam audiensi tersebut MPBI juga menyampaikan aspirasi terkait Bansos dan iur BPJS Ketenagakerjaan.
“Kami juga mendesak agar Buruh yang kena PHK dan dirumahkan mendapatkan BLT atau jatah hidup,” pintanya
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Kerja Disnakertrans DIY, Ariyanto Wibowo menjelaskan, konsep mekanisme pencicilan THR menjadi kewenangan pengusaha dan pekerja secara bipartit.
“Jadi kami hanya akan melakukan pendampingan dan pengawasan terkait kesepakatan tersebut. Basic-nya berdasarkan pengaduan,” tuturnya saat dihubungi kabarkota.com.
Disnakertrans DIY telah membuka posko THR secara online maupun offline, sejak tanggal 12 Mei – 30 Mei 2020 mendatang.
“Sampai sekarang belum ada laporan,” imbuhnya.
Sementara terkait usulan audit, Bowo menambahkan, audit keuangan akan dilakukan oleh internal perusahaan, dengan azas keterbukaan antara pengusaha dan pemberi kerja. Periode laporan keuangan yang diaudit selama bulan Januari – April 2020.
“Kalau memang audit tidak dijalankan dengan baik, maka pekerja berhak melakukan pengaduan ke Disnakertrans baik di Provinsi maupun di Kabupaten maupun Kota,” ungkapnya.
Selain MPBI, pada hari yang sama, Koalisi Masyarakat Sipil Terdampak Covid-19 Yogyakarta juga melakukan audiensi dengan Disnakertrans DIY. Poin yang disampaikan juga terkait THR yang menjadi hak buruh.
Namun, dari hasil pertemuan tersebut, Julian Duwi Prasetia dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyimpulkan bahwa Disnakertrans DIY tak mempunyai skema konkrit untuk menjamin hak buruh di masa pandemi covid-19.
Pihaknya juga menganggap, Disnakertrans terkesan melakukan tindakan pembiaran terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan, khususnya terkait
PHK dan merumahkan buruh.
Julian mencontohkan, Disnakertrans telah mendaftarkan buruh terdampak covid-19 menjadi penerima BLT APBD. akan tetapi di lain pihak, mereka juga mendorong buruh terdampak covid-19 untuk
mendaftar kartu pra-kerja.
“Artinya, mereka (Disnakertrans) tidak menjamin kepastian kerja, upah, dan jaminan sosial bagi buruh
terdampak covid-19,” sesalnya.
Disnakertrans, lanjut Julian, juga tak memberikan sanksi yang tegas kepada perusahaan-perusahaan yang tak memenuhi hak-hak pekerjanya. (Rep-01)