Ketua DPR, Setya Novan (kiri) dan Presiden Joko Widodo. (Sumber foto: beritasatu.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Tindakan 'saling mengunci' menjadi kelanjutan tak kunjung selesainya permasalah internal DPR serta dengan pemerintah. Di DPR, Koalisi Merah Putih (KMP) belum kunjung 'berdamai' dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Hasilnya, pemerintah melalui instruksi Presiden Joko Widodo mengimbat jajaran menterinya untuk tidak rapat di DPR.
"Kedua pihak harus segera memiliki jiwa besar karena mereka dipilih langsung oleh rakyat," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Erwan Agus Purwanto kepada kabarkota.com, Kamis (27/11).
Jiwa besar yang Erwan maksud adalah mereka harus tidak saling ngotot dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Karena, yang terjadi selama ini, pemerintahan berjalan tidak efektif. Pemerintah bekerja sendiri, sementara DPR masih keukeuh dengan kepentingan kelompok masing-masing.
Menurut Erwan, banyak agenda yang telah menunggu dan mesti harus segera dirampungkan. Fungsi DPR di bidang penganggaran, legislasi, dan monitoring belum ada yang bisa berjalan. Padahal, kata Erwan, pembahasan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Rencana Anggaran Pembelanjaan Negara (RAPBN) 2015 mendesak untuk segera dibahas sebelum tenggat waktu habis. Itu belum agenda lain.
Ia menyayangkan bahwa lagi-lagi yang mendapat dampak konflik di pemerintahan adalah rakyat. Pihaknya meminta agar DPR tidak saling memboikot dan segera solid.
Jika tidak, fungsi sistem yang dianut negara, presidensial, tidak bisa berjalan maksimal. Akibatnya, terjadi pengonsentrasian pemerintahan. Pemerintah tidak mendapat pengawasan. Penggunaan anggaran menjadi konservatif dan berakibat tidak terjadi perubahan. "Pemerintahan bisa tetap berjalan tapi tidak optimal," ungkapnya.
AHMAD MUSTAQIM