Kolegium Kesehatan Diambil-alih Pemerintah, Civitas Bulaksumur Suarakan Keprihatinan

Penyampaian Suara Keprihatinan Bulaksumur di UGM, pada Rabu (7/5/2025). (dok. istimewa)

SLEMAN (kabarkota.com) – para dosen UGM yang tergabung dalam Civitas Bulaksumur, pada Rabu (7/5/2025) menyuarakan keprihatinan atas pengambil-alihan Kolegium Kesehatan Indonesia (KKI) oleh pemerintah.

Bacaan Lainnya

Dokter Spesialis Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Budi Yuli Setianto yang sekaligus pernah menjadi moderator Pemikiran Bulaksumur menjelaskan, hal yang melatarbelakangi keprihatinan itu bermula dari perubahan dari sejumlah Undang-Undang (UU) yang menjadi UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atau Omnibus law Kesehatan hingga terbentuknya kolegium dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal selama ini sudah ada kolegium dari organisasi profesi, yang berasal dari masing-masing disiplin ilmu.

“Kami tidak menentang adanya UU kesehatan dari kolegium tersebut. Tetapi dengan adanya kolegium yang baru ini, terjadi pergeseran tentang wewenang yang mengatur masalah tugas kolegium, yang notabene membuat standar kompetensi dan kurikulum,” kata Budi, pada Rabu (7/5/2025).

Berdasarkan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, sebagaimana dilansir dari laman resmi Kemenkes, memang terjadi perubahan besar dalam struktur kelembagaan Kolegium Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

Kolegium, yang sebelumnya berada di bawah naungan organisasi profesi, kini menjadi alat kelengkapan Konsil Kesehatan Indonesia. Sebab sebagai pengampu disiplin ilmu, Kolegium memiliki dasar hukum lebih kuat untuk menjalankan fungsinya dalam standarisasi kompetensi, serta pelatihan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

Menteri Kesehatan (Menkes) juga menetapkan KKI guna mengoordinasikan tugas, fungsi dan wewenang Kolegium. KKI bentukan pemerintah ini beranggotakan perwakilan dari setiap Kolegium Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

Selain itu, lanjut Budi, selama ini, Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang berbasis universitas (university based). Namun kemudian bergeser wewenangnya menjadi PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU) atau Hospital based.

Menurutnya, pemerintah berdalih bahwa pergeseran wewenang itu bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan produksi dokter spesialis, dan distribusi dokter spesialis yang tidak merata. Namun, itu tidak sesuai dengan pasal 12 dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang notabene belum masuk dalam Omnibus law Kesehatan.

Pihaknya mengaku prihatin, karena setelah pergeseran itu, sejumlah sejawatnya terdampak. Salah dampaknya, ketika mereka mengkritisi kebijakan pemerintah itu, maka langsung mendapatkan SK pemutasian/pemindahan. Padahal, mereka adalah orang-orang yang penting di dunia pendidikan untuk mengajari para dokter spesialis.

Senada dengan itu, salah satu dosen UGM, Wahyudi Kumorotomo berpandangan bahwa pengambil-alihan kolegium kesehatan secara sewenang-wenang oleh pemerintah itu berbahaya, karena kualitas kesehatan dan kompetensi para dokter akan menjadi korban.

Di lain sisi, pihaknya tak memungkiri jika baru-baru ini ada sejumlah kasus dalam hubungan dokter spesialis dengan para residen yang mengikuti PPDS berbasis universitas, dan ada beberapa ekses. Namun, itu semestinya dilakukan dengan mengurangi sumber eksesnya, serta melakukan evaluasi terhadap cara pembelajarannya. “bukan dengan menutup programnya, kemudian menghukum semua dokter spesialis yang ada di situ, termasuk jika ada dokter yang menentang, surat tanda register (STR) dokter-nya kemudian dicabut,” sesalnya.

Lebih lanjut, Wahyudi menilai, implikasi dari pencabutan hak-hak dokter itu akan sangat kuat. Selain dokter merasa tidak nyaman karena takut melakukan hal yang bertentangan dengan KKI, mereka juga tidak ada kepastian tentang standar kualifikasi pendidikan kedokteran, terutama spesialis yang benar-benar memenuhi standar dari kolegium atau asosiasi para dokter selama ini.

“Inilah yang mendorong saya, meskipun bukan dari dokter tapi mendukung keprihatinan para dokter,” sambungnya,

Pihaknya berharap, pemikiran ini bisa disampaikan kepada para perumus kebijakan supaya hal-hal yang menjadi kelemahan kebijakan selama ini tetap bisa diperbaiki dan diatasi, tanpa merugikan kualitas pelayanan seluruh RS di Indonesia.

“Jangan seperti yang kita lihat sekarang, banyak Prodi yang ditutup, dan dokter diberhentikan secara sepihak tanpa diberi hak jawab, dan tanpa ada penjelasan penyebab persoalannya. Itu sangat berbahaya,” tuturnya lagi.

Mengingat, kata Wahyudi, selama ini para dokter menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. “Kami tidak ingin menyaksikan bahwa kepentingan para dokter untuk melayani sengaja dibenturkan antara RS dengan universitas, maupun antar pekerja kesehatan atas nama kekuasaan,” tegasnya.

4 Poin Suara Keprihatinan Bulaksumur

Pada kesempatan ini, Wahyudi juga menyampaikan Suara Keprihatinan Bulaksumur yang merupakan hasil Pemikiran Bulaksumur, dalam beberapa poin.

Pertama, pergeseran transformasi layanan kesehatan yang seharusnya berorientasi kepada keselamatan pasien dan nilai kemanusiaan menjadi kapitalisasi/keuntungan finansial telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi tenaga kesehatan dan pelanggaran etika kedokteran/kesehatan.

Kedua, reduksi peran Rumah Sakit Kementerian Kesehatan dan beberapa Rumah Sakit Daerah sebagai Rumah Sakit Pendidikan dengan penerapan berbagai kebijakan yang tidak akomodatif, serta menghilangkan fungsi sinergi dan kolaboratif dengan institusi pendidikan di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Ketiga, penggunaan kekuasaan untuk penghilangan independensi profesi kedokteran/kesehatan, termasuk penguasaan konsil dan kolegium yang merupakan penjaga utama keilmuan dan profesionalitas kedokteran/kesehatan.

Keempat, penggunaan kekuasaan untuk mengintimidasi dan memecah belah profesi kedokteran/kesehatan.

Untuk itu, UGM mengajak semua pihak berkomitmen, bersinergi, berkolaborasi menjaga marwah pendidikan kedokteran/kesehatan untuk peningkatan derajat kesehatan bangsa. (Rep-01)

Pos terkait